BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang :
Pengetahuan
masyarakat tentang agama semakin lama semakin menurun drastis, kebudayaan
mengkonsumsi budaya asing dalam kehidupan dan kebiasaan gaya hidup yang tidak
berpedoman menjadi sudut
pandang yang penting untuk dibahas dalam tingkat keagamaan. Masyrakat yang biasa dimanjakan dengan adanya teknologi semakin lama melupakan apa kewajibannya sebagai umat beragama dan itu menjadi kesalahan besar dalam kehidupan seorang umat.
pandang yang penting untuk dibahas dalam tingkat keagamaan. Masyrakat yang biasa dimanjakan dengan adanya teknologi semakin lama melupakan apa kewajibannya sebagai umat beragama dan itu menjadi kesalahan besar dalam kehidupan seorang umat.
B.
Rumusan Masalah :
1.
Apa
yang dimaksud puasa?
2.
Apa
manfaat puasa?
3.
Bagaimana
sudut pandang agama islam tentang puasa?
C.
Tujuan Penulisan :
1.
Mengetahui
arti puasa
2.
Mengetahui
manfaat dari puasa
3.
Mengetahui
lebih detail tentang puasa dalam sudut pandang agama islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Puasa
Puasa pada umumnya adalah menahan
lapar dan haus dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Namun lebih
spesifik lagi dijelaskan bahwa puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi
puasa adalah dimana kita benar-benar menjaga lisan, hawa nafsu, tingkah laku,
dan segala bentuk kejelekan yang ada pada diri manusia.
Semua pemeluk agama melaksanakan
ibadah puasa meskipun dengan cara dan aturannya masing-masing. Puasa juga di
ajarkan dalam kitab-kitab Allah SWT serta banyak hukum yang mengatur tentang
puasa, baik waktu-waktu yang haram untuk berpuasa maupun waktu-waktu sunnah dan
wajibnya berpuasa.
B. Manfaat
Puasa
Seseorang yang sering menjalankan
ibadah puasa jika dilakukan dengan syariah yang benar lazimnya akan sangat
bermanfaat antara lain ; kehidupannya akan selalu di hinggapi dengan
kebahagiaan, ketenangan, serta ke ikhlasan. Puasa mengajarkan seseorang untuk
belajar merasakan penderitaan suatu kaum yang sengsara, kaum yang sulit mencari
penghidupan meskipun hanya sesuap nasi.
Dalam bidang kesehatan, menurut
ilmu kedokteran puasa dapat mengontrol kerja lambung. Cara kerjanya yaitu untuk
mengistirahatkan kerja lambung kita supaya lambung kita tidak mengalami
kontraksi berlebihan. Puasa juga di anjurkan bagi para pasien rumah sakit yang
akan melakukan operasi supaya dapat membersihkan organ-organ dalam tubuh pasien
tersebut sebelum melakukan proses operasi.
C. Puasa
Menurut Agama Islam
Diriwayatkan juga dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfiman :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ
الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِى بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ, فَإِذَا
كَانَ يَوْمَ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ وَلاَ يَجْهَلْ,
فَإِذَا شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَليَقُلْ إِنِّيْ صَائِمٌ, مَرَّتَيْنِ,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ
اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ
يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ, وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ
بِصَوْمِهِ.
"Setiap amal anak Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa, di mana puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku akan memberikan pahala atasnya. Puasa itu adalah perisai, jika pada hari yang salah seorang di antara kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, membuat kegaduhan dan tidak juga melakukan perbuatan orang-orang bodoh. Dan jika ada orang yang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa.' -dua kali- Demi Rabb yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah pada hari Kiamat nanti dari pada bau minyak kasturi. Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kegembiraan, jika berbuka, dia bergembira dengan berbukanya dan jika berjumpa dengan Rabbnya dia juga bergembira dengan puasanya.”
Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar
Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam
bersabda :
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَ إِقَامِ
الصَّلاَةِ، وَإيِْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam didirikan di atas lima dasar, yaitu
bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
Allah & Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan
zakat, berhaji ke Baitullah dan puasa pada bulan Ramadhan.”
Juga dari Sahl bin Sa'ad
Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ
الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَيَدْخُلُ
مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ: أَيْنَ الصّاَئِمُوْنَ ؟ فَيَقُوْمُوْنَ لاَ
يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ, فَإِذَا دَخَلُوْا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ
مِنْهُ أَحَدٌ.
“Sesungguhnya di Surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama ar-Rayyan. Dari pintu itu orang-orang yang berpuasa akan masuk pada hari Kiamat kelak, tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka. Dikatakan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang berpuasa?’ Kemudian mereka berdiri (untuk memasukinya), tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka, manakala mereka telah masuk, pintu itu ditutup dan tidak ada yang masuk selain mereka.”
Dalam agama islam, puasa di
golongkan menjadi beberapa macam berdasarkan dari tingkat kewajiban bahkan
hingga tingkat keharamannya :
Macam-macam
Puasa :
a)
Puasa Wajib
b) Puasa Sunnah
c) Makruh Puasa
d) Haram Puasa
Hukum Puasa
1) Puasa Wajib :
a) Puasa Bulan Ramadhan
Puasa dalam
bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai
berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
- yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ
kutiba ‘alal-ladzîna min qoblikum la’allakum tattaqûn –
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ
الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن
شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ
عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
- syahru Romadhônal-ladzî unzila fîhil-qurânu
hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân wal-furqôn(i). Faman syahida
min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna marîdhon aw ‘alâ safari(g)
fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu bikumul-yusro wa lâ yurîdu
bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa
la’allakum tasykurûn -
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.”
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.”
b) Puasa Kafarat
Puasa kafarat
adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu
hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan
seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran
dengan kafaratnya antara lain :
1) Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu
memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang
roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
2) Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin
sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah
maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
3) Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan
Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat
dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
4) Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama
dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan
puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah.
Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan
sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang yang
berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada
bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2
(dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan
kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau
tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut.
c) Puasa Nazar
Adalah puasa
yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah
SAW., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri
untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya
sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu
pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini
sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa
pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu
sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain
dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab
mengqadhanya.
2) Puasa
Sunnah :
d) Hari Arafah ;
yaitu tanggal 9 Dzul Hiiiah,(bagi orang
yang tidak mengerjakan Haji.)
Dari Abu Qatadah Al-Anshary ra : Bahwasanya
Rasulullah saw pemah ditanya dari hal puasa Arafah, beliau bersabda
;
“Puasa itu menghapus dosa tahun yang lalu dan
tahun yang akan datang”. Dan beliau ditanya dari hal puasa Asyura, beliau
bersabda : “Menghapus dosa tahun yang lalu”. Dan beliau ditanya lagi dari hal
puasa Senin, beliau bersabda : “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan
dimana aku dijadikan Rasul dan diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim)
e) 9 (Sembilan) Hari Pertama Dzulhijah
Dari Ibnu
‘Abbas, Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih
dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini
(yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula
jihad di jalan Allah?” Nabi saw menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah,
kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada
yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Hafsah r.a.
menceritakan; “Empat amalan yang tidak ditinggalkan Rasulullah s.a.w. yaitu ;
puasa ‘Asyura, puasa al-‘asyr, puasa tiga hari pada setiap bulan dan solat dua
rakaat sebelum subuh”. (Riwayat Imam Abu Daud dan an-Nasai)
Menurut ulama
hadits, yang dimaksud puasa al-‘asyr dalam hadis di atas ialah hari pertama
Zulhijjah hingga hari ke sembilannya.
f)
Hari Asyura, 10 Muharram
Aisyah ra pernah ditanya tentang puasa Asyura, ia menjawab, “Aku
tidak pernah melihat Rasulullah saw puasa pada suatu hari yang beliau
betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali
puasa pada hari ke sepuluh Muharam.” (HR Muslim)
Dari Abu Qatadah Al-Anshary ra : Bahwasanya Rasulullah
saw pernah ditanya dari hal puasa Arafah, beliau bersabda ; “Puasa itu
menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang”. Dan beliau
ditanya dari hal puasa Asyura, beliau bersabda : “Menghapus dosa tahun yang
lalu”. Dan beliau ditanya lagi dari hal puasa Senin, beliau bersabda : “Hari
itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan dimana aku dijadikan Rasul dan
diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim)
g)
Puasa Hari 9,10,11 Muharam
Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Puasalah pada
hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum Asyura
dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).
h)
Puasa Tiga Hari Tiap-tiap Bulan
Dari Abu Dzar ra., ia berkata : Rasulullah saw menyuruh kami
berpuasa tiga hari dalam sebulan ; tanggal 13, 14, dan 15″. (Diriwayatkan oleh
Nasa’i, Tirmidzi dan disahkan oleh Ibnu Hibban)
i)
Puasa Senin & Kamis
Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw
bersabda: Amal perbuatan itu diperiksa tiap hari Senin dan Kamis, maka saya
suka diperiksa amalku sedang saya puasa. (Tirmidzi)
Rasulullah saw ditanya dari hal puasa hari senin, beliau bersabda :
“Hari itu adalah hari di mana aku dilahirkan, dan di mana aku dijadikan Rasul
dan diturunkannya padaku wahyu”. (H.R. Muslim)
j)
Puasa Daud As (sehari puasa sehari tidak)
Rasulullah
saw bersabda, “Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud.
Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur
separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya.
Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari Muslim)
k)
Puasa 6 Hari
Bulan Syawal Setelah Idul fitri
Dari Abi Ayyub Al-Anshari ra. bahwasanya Rasulullah saw
bersabda : “Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan, kemudian diikutinya puasa itu
dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka pahalanya akan sama dengan puasa
satu tahun”. (HR. Muslim)
l)
Puasa Bulan Muharam
“Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa di bulan
muharam, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”.
(HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ ).
m)
Puasa Sya’ban
Dari ‘Aisyah ra berkata: “Adalah Rasulullah saw berpuasa
sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami
katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah
menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah
melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim
dan Abu Dawud).
n)
Puasa Bulan Haram
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setahun ada dua belas
bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah,
Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Makruh Puasa :
a)
Puasa Hari Jum’at
Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi saw., beliau bersabda: Jangan
kalian mengistimewakan malam Jum’at untuk sembahyang daripada malam-malam
lainnya, dan jangan kalian mengistimewakan hari Jum’at untuk berpuasa dan pada
hari-hari lainnya, kecuali bagi seseorang di antara kalian yang kebetulan harus
berpuasa di hari itu”. (HR. Muslim)
Bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Jangan sekali-kali seseorang
diantara kamu berpuasa di hari Jum’at, kecuali ia berpuasa pula satu hari
sebelumnya atau sesudahnya”. (Muttafaq ‘Alaih)
b)
Puasa Wishal(tidak berbuka hingga waktu sahur)
Dari
Abi Hurairah ra., ia berkata Rasulullah saw telah melarang betpuasa tidak
berbtlka (wishal), maka berkata seorang laki-laki dari kaum muslimin: “Tapi
engkau berwishal ya Rasulullah”. Beliau menjawab :”Siapa di antara kamu yang
seperti aku, di waktu malam aku diberi makan dan minum oleh Allah”. Ketika
mereka enggan berhenti dari wishal, beliau ajak mereka berwishal satu hari,
kemudian satu hari lagi, kemudian mereka melihat hilal, lalu beliau betsabda :
“Kalaulah hilal itu lambat datangnya, aku akan tambah wishal buat kamu”,
sebagai memberi pelajaran kepada mereka tatkala mereka enggan berhenti dari
wishal. (Muttafaq ‘alaih)
c) Puasa Dahriya
Dari Abdullah bin ‘Umar ra. ia berkata ; Rasulullah saw. bersabda’:
“Tidak dianggap berpuasa orang yang berpuasa selama-lamanya” . (Muttafaq
‘alaih)
d)
Istri yang Berpuasa Sunnah Tanpa Izin Suaminya
Dari Abi Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : “Tidak
halal bagi wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, kecuali dengan
seidzinnya”. (Muttafaq ‘alaih dan lafadz ini dalam riwayat Bukhari; Abu Dawud
menambah : “Kecuali puasa Ramadlan”.
·
Haram
Puasa :
a)
Tanggal 1 Syawal
Dari Abi Sa’id Al-Khudlriyyi ra.: Bahwasanya Rasulullah saw. telah
melarang puasa pada dua hari : hari Idul Fithri dan hari Idul Adha
(Muttafaq’alaih)
b)
Puasa 10 Dzulhijah
Dari Abi Sa’id Al-Khudlriyyi ra.: Bahwasanya Rasulullah saw. telah
melarang puasa pada dua hari : hari Idul Fithri dan hari Idul Adha
(Muttafaq’alaih)
c)
Puasa Pada Hari Tasryiq 11,12,13 Dzulhijah
Dari Nubaitsah Al-Hudzali ra. ia berkata : Rasulullah saw bersabda
: “Hari-hari tasyriq itu adalah hari makan dan minum, dan hari dzikir kepada
Allah ‘Azza wa Jalla”. (HR. Muslim)