BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang :
Kondisi lingkungan Desa Kaligending yang cenderung semakin lama semakin jauh dari kesan nilai agama dan nilai moral yang melingkupi semua warga desa, menjadi sorotan utama penulis untuk mempelajari tata cara dan perilaku pergaulan warga Desa Kaligending dari tingkatan dini hingga tingkatan usia lanjut.
B. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana pola pergaulan masyarakat Desa Kaligending?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi pola pergaulan masyarakat Desa Kaligending?
3. Struktur organisasi apa saja yang ada di Desa Kaligending?
4. Bagaimana upaya yang baik untuk menangani penyimpangan pergaulan berkembang dalam masyarakat Desa Kaligending?
C. Tujuan Penulisan :
1. Mengetahui pola pergaulan masyarakat Desa Kaligending
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola pergaulan masyarakat Desa Kaligending
3. Mengetahui struktur organisasi apa saja yang berkembang di Desa Kaligending
4. Mengetahui upaya yang tepat untuk menangani masalah penyimpangan pergaulan pada masyarakat Desa Kaligending
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pola Pergaulan Masyarakat Desa Kaligending
Pada umumnya, suatu Desa adalah tatanan pemerintahan dibawah Kecamatan. Berkembangnya suatu desa sangat berpengaruh kepada kemajuan suatu daerah otonom. Seiring dengan perkembangan daerah otonomi tersebut pelaku utama yang sangat berpengaruh dalam proses pengembangannya adalah warga dari desa yang ikut dalam proses kemajuan suatu daerah. Dalam hal tersebut dapat di simpulkan bahwa suatu syarat untuk memajukan suatu daerah adalah dengan mengetahui pola pergaulan masyarakat desa tersebut untuk di teliti secara ilmiah dan di cari solusi yang tepat dalam hal pengembangan supaya tidak betentangan dengan adat atau kebiasaan yang berlaku pada suatu daerah.
Desa Kaligending yang menjadi sorotan utama dalam karya ilmiah ini, karena memiliki beberapa hal unik yang dapat di jabarkan dalam berbagai macam bentuk antara lain : adat atau kebiasaan, pergaulan remaja, organisasi yang berkembang, masalah pendidikan, masalah ekonomi, dan lain sebagainya.
Dari sisi lapangan terlihat bahwa masyarakat Desa Kaligending masih memegang teguh adat-istiadat yang dianggap sebagai peninggalan luhur warisan nenek moyang, misalnya acara kesenian kuda lumping, gending jawa, dan tayuban atau acara di bulan Syura. Dilihat dari segi budaya, bahwa cukup baik jika warga Desa tersebut masih memegang teguh budaya yang memang sepantasnya untuk di lestarikan. Namun dari segi agama, ada yang diperbolehkan dan ada pula yang dilarang dengan tegas, tentunya dengan landasan Al-Qur’an dan Hadist.
Syaikh as-Sa'adi Rahimahullah dalam al-Qowa'id wal Ushul Jami'ah hlm. 30 menjelaskan bahwa ibadah adalah semua yang diperintahkan Allah dan Rasul Nya , baik perintah yang bersifat wajib ataupun sunnah.
Yang dimaksud disini dengan al-ibadah adalah ibadah mahdhoh yaitu ibadah yang tata cara dan aturannya sudah ditentukan oleh Allah dan RosulNya. Sedangkan yang dimaksud al-'adah atau adat disini adalah ibadah ghoiru mahdhoh, yang biasa disebut sebagai mu'amalah. (bukan istilah adat istiadat yang kadangkala berhubungan dengan ritual kepercayaan)
“Jadi pada dasarnya segala sesuatu yang tidak diperintahkan, adalah adat.”
Pada dasarnya kita tidak boleh mengamalkan atau mensyariatkan suatu amal ibadah kecuali ada dalilnya dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mensyariatkannya. Barangsiapa yang mensyariatkan sebuah ibadah tanpa dalil maka dia telah membuat perkara baru (bid'ah) dalam agama.
Begitu pula sebaliknya, pada dasarnya semua bentuk adat adalah diperbolehkan, tidak boleh mengharamkannya sedikitpun dari adat kecuali datang dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mengharamkannya. Barangsiapa yang mengharamkan sebuah adat yang tidak diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RosulNya, maka dia telah membuat sebuah bid'ah dalam agama.
Dalam masalah ibadah, banyak ayat dan hadist yang menunjukan hal ini, di antaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Apakah mereka mempunyai sekutu yang mensyariatkan bagi mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah?" (QS. asy-Syuro:21)
Rosulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
"Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amal perbuatan tersebut tertolak." (HR Muslim)
Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam juga bersabda:
"Hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena semua perkara yang baru (dalam agama) adalah bid'ah, dan semua bid'ah adalah sesat." (Lihat ash-Shohihah: 2735)
Adapun dalam masalah adat (mu'amalah) juga banyak dalil yang menunjukan kaidah tersebut, diantaranya:
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Dialah yang telah menciptaakan semua yang ada dimuka bumi untuk kalian." (QS. al-Baqoroh: 29)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Katakanlah:"Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang Dia keluarkan untuk hamba-hamba Nya, juga rezeki yang baik?" Katakanlah: "Itu semua untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia, dan hanya untuk mereka pada hari kiamat." (QS. al-A'rof: 32)
Juga hadist tentang mu'amalah:
"Dari Abu Darda Radhiallahu Anhu secara marfu' Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:"Apa yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam kitab Nya maka dia halal, dan apa yang di haramkan berarti haram, sedangkan apa yang di diamkan oleh Nya berarti itu di ma'afkan, maka terimalah apa yang dimaafkanoleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena dia tidak akan pernah lupa." Kemudian beliau membaca firman Allah Subhanahu Wa ta'ala (yang artinya): "Dan tidak lah Robb mu lupa." (QS. Maryam: 64)
(HR. Bazzar dan Hakim 2/375, Baihaqi 10/12)
Imam Hakim Rahimahullah berkata:"Sanad hadist ini shohih tapi tidak diriwayatkan oleh Bukhori Muslim." Perkataan beliau ini disepakati oleh adz-Dzahabi Rahimahullah. Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadist ini hasan sebagaimana yang terdapat dalam Ghoyatul Marom no.2. Lihat juga at-Ta'liqot aar-Rodhiyah 3/24)
Kaidah ibadah memberikan pengertian bahwa tidak boleh bagi seorangpun menjalankan ibadah kecuali ada dalil yang mencontohkannya. Dalam masalah ini, barangsiapa yang melakukan sebuah ibadah tertentu, maka dia yang dituntut untuk mendatangkan dalil, sedangkan yang tidak mensyariatkan maka tidak dituntut dalil karena dia berpegang pada kaidah dasar.
Contoh 1 :
Peringatan Maulid Nabi
Kita tanyakan kepada orang yang mengamalkannya:"Apakah menurut kalian bahwa perayaan ini sebuah ibadah atau hanya main-main saja?" Maka mereka akan menjawab: "Ini adalah sebuah ibadah yang mulia." Kalau begitu, datangkanlah kepada kami dalil atas perbuatan ini dari al-Qur'an atau as-Sunnah! kalau ada dan shohih, maka kita terima dan kita amalkan, namun kalu tidak ada-dan memang dalam hal ini tidak ada dalil maka kita katakan bahwa peringatan ini adalah haram, karena asal dari sebuah ibadah itu haram.
Adapun kaidah adat dan mu'amalah memberikan sebuah pemahaman bahwa semua bentuk jenis adat dan mu'amalah hukum dasarnya adalah boleh. maka barangsiapa yang mengharamkannya atau memakruhkan sebuah adat, maka dia dituntut untuk mendatangkan dalil yang shohih, maka kita terima, namun kalau tidak ada maka boleh, karena hukum asal adat adalah boleh. Dan ini mencangkup semua bentuk adat, baik dalam hal makanan, minuman, pekerjaan, pakaian, rumah, mu'amalah serta lainnya.
Contoh 2 :
Produk Baru
Kalau ada sebuah produk makanan baru, apakah boleh dimakan ataukah tidak. Barangsiapa melarangnya memakannya, maka hendaknya dia membawakan dalil atas keharamannya. Namun kalau tidak ada dalil, berarti makanan tersebut dihukumi halal, karena asal dari adat adalah boleh.
Menengok sedikit dari Al-Qur’an dan hadist dia atas, ternyata kehidupan warga Desa Kaligending dalam hal pergaulan masih banyak yang menyimpang dari ajaran-ajaran dan pedoman yang seharusnya di patuhi. Adat isitiadat yang bahkan bersifat musryik ataupun menyekutukan Allah SWT masih banyak yang di pegang secara teguh oleh masyarakat Desa tersebut, meskipun tidak dapat mendatangkan dalil Al-Qur’an ataupun As Sunnah mereka tetap berusaha untuk mempertahankan beberapa kebudayaan yang buruk.
Kebudayaan yang bersifat musryik sesungguhya telah banyak dibantahkan oleh para pemuka agama di Desa tersebut, namun karena terlalu melekatnya suatu ajaran yang disebut istiadat semua menjadi polemik yang semakin larut dan semakin dalam hingga menimbulkan sedikit perselisihan antara pemangku adat dan pemuka agama.
Hal-hal tersebut berpengaruh kepada pola pergaulan remaja di Desa. Karena adanya pertentangan antara pemangku adat dan pemuka agama masyarakat di Desa tersebut terpecah menjadi beberapa golongan. sebagian warga ada yang mengikuti pemuka agama dan sama sekali tidak mentolelir adanya adat istiadat apalagi yang bersifat musryik, adapula warga yang mengikuti pemuka agama namun cukup mentolelir adanya acara-acara adat, bahkan ada yang sama sekali menolak pemuka agama dan menganggap bahwa pemuka agama salah besar karena telah berusaha menghilangkan adanya adat istiadat luhur yang di turun temurunkan dari nenek moyang.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Pergaulan Masyarakat Desa Kaligending
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pergaulan masyarakat Desa Kaligending antara lain :
a) Faktor adat istiadat
b) Faktor kurangnya kesadaran masyarakat Desa dalam hal agama
c) Faktor lingkungan / daerah yang masih terpencil
d) Faktor pendidikan yang rendah
Faktor adat istiadat dapat di jelaskan bahwa adat istiadat sulit untuk diubah, bahkan hal-hal yang cenderung bertentangan dengan agama masih di lestarikan dalam masyarakat, serta golongan-golongan tua masih mendoktrin golongan muda dengan adat-istiadat bahkan hingga ke tingkat musryik.
Faktor kurangnya kesadaran masyarakat Desa dalam hal agama sangat bepengaruh dalam hal pergaulan, warga yang cenderung kurang berpengetahuan dalam hal agama masih dapat terpengaruh dalam buruknya pergaulan yang menyimpang.
Faktor lingkungan / daerah terpencil berpengaruh dalam hal kemajuan dan pola pikir masyarakat yang cenderung posesif dan protektif sehingga masuknya pola pergaulan yang cenderung menolak adanya perubahan yang bersifat globalisasi, sehingga daerah tersebut masih dalam ketertinggalan.
Faktor pendidikan yang rendah layaknya kurang pengetahuan tentang agama juga berpengaruh dalam hal pergaulan, dengan kata lain buruknya pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir seseorang, dan mudah terjerumus dalam pergaulan yang bebas tanpa berpikir secara realistis.
C. Struktur Organisasi Desa Kaligending
Banyak organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada di Desa Kaligending, dari organisasi kepemudaan sampai organisasi yang diurus oleh para petani Desa. Namun seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 2010 awal, organisasi-organisasi kepemudaan mulai hilang dari Desa. Banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain : banyaknya jumlah pemuda yang merantau, kurangnya pembaharuan atau revolusi terhadap generasi yang lebih muda atau biasa disebut perombakan kabinet dalam organisasi, serta banyaknya faktor lain yang dapat menghambat perkembangan organisasi tersebut.
Akan tetapi pada pertengahan tahun 2012, organisasi-organisasi yang sebelumnya hilang sekarang mulai dirintis kembali dan mulai menata ulang struktur-struktur yang terkandung didalamnya. Berdasarkan fakta dilapangan menunjukan sekitar 20% pemuda Desa Kaligending yang aktif dalam urusan organisasi kepemudaan. Dalam organisasi yang berhubungan dengan keagamaan yaitu Ikatan Remaja Masjid sekitar hampir 8% dari yang aktif kepemudaan ada didalamnya, hanya saja dalam data lapangan rata-rata umur pemuda yang aktif dalam Ikatan Remaja Masjid berusia <15 tahun, itu menunjukan bahwa kesadaran pemuda >15 tahun masih kurang dalam hal yang menyangkut keagamaan. Kegiatan rutin yang dilakukan IRMA antara lain ; perawatan Masjid, membantu mengajar mengaji, membantu acara-acara penting dalam lingkungan Masjid, dan lain sebagainya. Sisa dari 12% pemuda yang berada dalam organisasi mengikuti organisasi yang di beri nama yang cukup dikenal yaitu Karang Taruna.
Karang Taruna adalah organisasi yang sempat hilang dari Desa tersebut, dengan banyak alasan yang telah disampaikan seperti diatas. Sekitar pertengahan tahun 2012 dengan dibentuknya Karang Taruna kebersihan dan kesejahteraan Desa mulai menunjukan peningkatan. Karang Taruna lebih menjurus kepada kebersihan dan keamanan Desa karena didaerah Desa Kaligending masih marak dijumpai pencurian. Untuk kebersihan kegiatan rutin yang dilaksanakan sangat banyak, namun satu kegiatan yang paling rutin dan pasti dilaksanakan adalah gebas kuburan. Gebas kuburan adalah dimana para pemuda bahkan dengan para kaum sepuh melaksanakan kebersihan di daerah pemakaman, dengan adanya Karang Taruna maka para pemuda di upayakan untuk mengikuti kegiatan yang bersifat acara rutin tersebut yang bisanya dilaksanakan pada bulan Syura’.
Bagi pemuda yang berada diluar data keorganisasian banyak dari mereka yang masuk dalam organisasi kebudayaan yang di campur tangani oleh pemangku adat. Kebudayaan yang ada antaralain ; kesenian kuda lumping, gendingan, lengger, dan beberapa lainnya.
D. Upaya Menangani Masalah Pergaulan yang Berkembang Dalam Masyarakat Desa Kaligending
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pola pergaulan yang berkembang dalam masyarakat Desa Kaligending, tentunya harus ada upaya-upaya tertentu yang harus dilakukan dari pihak pemerintah maupun pihak-pihak yang dipandang sebagai tokoh penting dalam daerah tersebut. Mengingat budaya demokrasi yang di anut oleh negara Indonesia tentunya musyawarah yang dilakukan untuk mencapai kata mufakat wajib dilakukan sehingga menghindari perselisihan antara penduduk dengan paham-paham tertentu.
Peran penting pemerintah yang dilakukan sebagai penengah musyawarah di perlukan untuk menjaga keamanan dan sebagai tokoh yang memberi keadilan. Masyarakat dalam hal ini harus siap menerima segala bentuk keputusan yang bersifat mutlak.
Dilihat dari perselisihan yang berkembang juga memberi dampak pola pergaulan remaja yang ada pada Desa tersebut. Selain dengan adanya bantuan dari pihak pemerintah, bagi orang tua atau wali pada dasarnya harus memperhatikan anak-anaknya dalam proses pergaulan sehari-hari bukan hanya sebagai pengawas tetapi juga sebagai kawan bermain anak. Dampak positif orang tua sebagi teman sepergaulan anak sangat banyak, antara lain :
a) Anak lebih mudah memilah mana yang cocok untuk pergaulan dalam batasan usianya.
b) Orang tua lebih paham perkembangan anak dengan baik tanpa adanya rasa khawatir.
c) Anak lebih bersikap berhati-hati dalam mengambil tindakan karena anak tersebut sadar bahwa dirinya sedang diawasi.
d) Anak lebih nyaman dalam tahapan meniru jati diri orang lain dengan meniru orang tuanya.